Cinta bukan Romantisme: Mencintai tak Cukup dengan Sekuntum Bunga
Film, sinetron, iklan, dan semacamnya, telah mendidik kita secara salah tentang cinta: seolah cinta cuma persoalan “mendesain” romantisme, dan mencintai cukup dengan menyerahkan sekuntum bunga. Beuh, anak kecil juga bisa!
Lebih konyol lagi, cinta juga seolah hanya urusan mendapatkan sesuatu. Lihatlah hari valentine, saat ketika cinta dikerucutkan menjadi sekadar romantisme, moment ketika kamu berharap dan mendapat sesuatu : seikat mawar merah, atau jika cukup mujur (ditaksir orang tajir) dapat sebuah cincin berlian. Atau bagi para cowok, ini mungkin saat, di mana pada akhirnya kamu “diizinkan” untuk menyentuh bibirnya, dengan bibirmu. Dan kalian pun berteriak dengan bangga ke ujung cakrawala… “Hei… lihatlah, kami sedang jatuh cinta!”
Tapi benarkan cinta sesederhana itu? Hanya sekadar demam warna pink, cuma persoalan mendapatkan dan mendapatkan? Rasanya kok nggak juga ya… Cinta bukan melulu persoalan kenyamanan, keindahan, romantisme, atau bahkan terpenuhinya segala hasrat. Cinta justru persoalan memberi, tanpa syarat! Mari menghitung, berapa gelintirkah manusia yang benar-benar mengerti cinta jenis ini (tentu saja selain para orang tua yang dengan tulus menyayangi anak-anaknya.)